Renungan Natal dan Tahun Baru
Tahun berganti tahun, tiap Natal selalu ada momentum lahir baru dan di tahun yang baru juga selalu berharap hidup yang baru dan segala sesuatu yang lama di tahun kemarin diharap diganti dengan hal2 yang baru. Namun sampai di manakah manusia hidup baru? Begitu menjelang akhir tahun segala sifat2 lama manusia ya kambuh lagi. Apakah makna lahir baru dan hidup baru cuma pada saat Natal dan Tahun Baru saja? Bagaimana sikap manusia sehari2 selain hari2 tersebut? Natalan tiap tahun selalu diwarnai dengan berbagai kemewahan, parcel2, pesta dan pernik2 mewah lainnya dan tiap pergantian tahun biasa diwarnai dengan tiup terompet dan pesta kembang api serta berbagai acara hura2 lainnya. Tapi itu cuma bisa dinikmati oleh segelintir orang yang hidup dalam kemewahan belaka, sementara mereka yang hidup dalam kekurangan jauh lebih banyak. Peristiwa tsunami dan berbagai bencana yang justru timbul pada saat Natal dan Tahun Baru mengingatkan kepada semua umat tentang kesederhanaan hidup yang hanya sekali ini, setelah mati entah ke mana. Tidak ada lagi parcel yang biasa dikirim ke rumah gedongan dan acara2 mewah yang berlebihan yang biasa diadakan oleh orang2 kaya tapi lupa diri, lupa akan Juru Selamat yang telah menyelamatkan hidup mereka dari kesia2an. Sekarang dengan banyak peristiwa spt di atas maka mereka pun harus rela meniadakan parcel2 dan segala acara mewah lainnya. Sanggupkah hidup berbagi rasa dengan mereka yang benar2 membutuhkan? Sejauh manakah makna Natal dan Tahun Baru benar2 dihayati dan diamalkan, bukan pesta pora dan hura2?